Jumat, 13 Februari 2015

Teknologi sistem peringatan dini Tsunami dari Jerman

Indonesia pilih teknologi Jerman untuk peringatan dini tsunami


Pemerintah Indonesia, memutuskan untuk menggunakan teknologi sistem peringatan dini Tsunami dari Jerman. Demikian keterangan kementrian riset Jerman. Indonesia memilih teknologi Jerman, karena lebih unggul dan fleksibel dibanding sistem Amerika dan Jepang. Kementrian riset Jerman memperkirakan, penandatanganan kontrak pembangunan sistem peringatan dini tsunami dari Jerman, seharga sekitar 45 juta Euro itu akan dilaksanakan pertengahan bulan Maret mendatang, di sela-sela konferensi yang diselenggarakan pusat penelitian kebumian Jerman di Potsdam. Mulai bulan Oktober mendatang, peralatan pelampung pengukur gelombang gempa bumi sudah mulai dipasang di perairan Samudra Hindia di wilayah Indonesia. Diperkirakan, mulai awal tahun 2007 sistem peringatan dini Tsunami yang dikembangkan di Jerman itu, sudah dapat beroperasi penuh. Peringatan akan munculnya bahaya tsunami, dapat dikirimkan secara global melalui berbagai media komunikasi, baik itu melalui internet, e-mail atau pesan pendek ponsel-sms.

Lebih unggul
Direktur pusat penelitian kebumian di Potsdam, Prof. Rolf Emmermann menonjolkan keunggulan sistem peringatan dini Tsunami Jerman, dibanding sistem yang dikembangkan Amerika atau Jepang. Antara lain, pengukurannya berlangsung secara "real time", yakni informasi diteruskan secara langsung, dari pusat gempa ke pusat peringatan tsunami. Disebutkannya, dalam sistem Amerika dan Jepang, gelombang tsunami dibuat simulasinya terlebih dahulu menggunakan komputer. Biasanya, pengukurannya berlangsung cukup lama. Selain itu, sistem yang dikembangkan di Jerman, tidak membutuhkan pusat pembagi data di sebuah lokasi tertentu di dunia. Melainkan, menawarkan kemungkinan, masing-masing negara mengembangkan pusat pembagian informasi sendiri. Sistem peringatan tsunami Jerman, akan disesuaikan dengan kemampuan dan infrastruktur negara-negara bersangkutan. Misalnya di Thailand, dapat memanfaatkan jaringan telefon hotel-hotel, di Sri Lanka atau Indonesia dengan memasang sirene di tepi pantai yang berisiko tinggi dilanda tsunami dan sebagainya. Prof Emmermann juga mengatakan, sistem peringatan dini yang dikembangkan Jerman, teknologinya dapat digabungkan dengan sistem yang dikembangkan Amerika atau Jepang. Tapi, pada pokoknya, dipromosikan sistem yang dikembangkan pusat penelitian kebumian di Potsdam itu jauh lebih unggul dari sistem Amerika.

Sosialisasi
Sejauh ini baik pihak Indonesia maupun Jerman, mengakui teknik saja tidak cukup untuk mencegah dampak bencana alam, termasuk tsunami. Diperlukan infrastruktur maupun sosialisasinya kepada masyarakat di kawasan risiko bencana. Berkaitan dengan akan diterapkannya sistem peringatan dini tsunami dengan teknologi Jerman itu, Dr. Yana Anggadiredja, deputi kepala Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, bidang teknik pengembangan sumber daya alam mengatakan kepada DW, bagi Indonesia sistem manapun yang dipakai, harus dibarengi dengan sosialisasinya kepada masyarakat. Pada prinsipnya, BPPT telah bekerjasama dengan Jerman, Amerika atau Jepang dalam penelitian sistem peringatan dini tsunami itu. Kelemahan yang masih dihadapi, bukan soal teknologinya, akan tetapi bagaimana penerapannya di lapangan. Masyarakat harus diberi penyuluhan, agar mereka juga menyadari bahwa hampir seluruh wilayah Indonesia rawan bencana alam, baik gempa bumi tektonik, aktivitas gunung api atau gerakan tanah serta bencana lain. Untuk itu, sarana maupun prasarana pencegahan bencana serta standar operasi penyelamatan, jika terjadi bencana alam, harus dimasyarakatkan sampai ke tingkat kecamatan. Yana Anggadiredja mengatakan, selain teknologi Indonesia memerlukan sosial enginering, untuk mencegah jatuhnya korban bencana alam dalam jumlah besar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar