Selasa, 30 Desember 2014

Bahasa Jerman di Indonesia


Bahasa Jerman di Indonesia diajarakan secara formal pada jenjang pendidikan menengah seperti SMA/SMK/MAN, kemudian pada jenjang pendidikan tinggi yang tersebar di seluruh Indonesia dan secara nonformal di lembaga-lembaga kursus seperti Goethe Institut. Program studi bahasa Jerman di perguruan tinggi tidak mengalami gejolak seperti di sekolah menengah. Apa yang tejadi di lapangan memang berimbas ke perguruan tinggi, apalagi terhadap mahasiswa eks IKIP yang disiapkan untuk menjadi guru. Kalau bahasa Jerman tidak diberikan lagi di jenjang sekolah menengah, maka guru-guru yang dihasilkan tidak ada gunanya. Hal ini dapat diatasi dengan memberikan kepada mahasiswa mata kuliah penunjang sebagai bekal berwirausaha, sehingga mereka tetap dapat bertahan hidup. Mereka disiapkan untuk menjadi ilmuwan-ilmuwan, ahliahli yang menjadi tumpuan bangsa dan negara. Oleh sebab itu, dalam makalah ini akan lebih banyak disoroti pengembangan bahasa Jerman di sekolah menengah. Agar dapat mengikuti timbul tenggelamnya pembelajaran bahasa Jeman di Indonesia, akan dipaparkan berdasarkan kurikulum yang berlaku, pendekatan dan metode yang dipakai.

Periode/
Kurikulum
Kelas
Uraian
1945
SMA Bagian A, B, C dan diberikan sejak kelas satu Di bagian B menjadi ujian pelengkap.
Metode tradisional yaitu metode tatabahasa, yang pada periode ini menjadi modal utama dalam belajar bahasa asing. Seiring dengan itu erjemahan
sangat dominan. Penekanan pembelajaran pada membaca, mengarang, dan terjemahan. Kosakata yang harus dihafalkan dan diterjemahkan lepas
dari konteks kalimat. Proses pembelajaran berlangsung secara deduktif. (Subyakto, 1998 & Multhaup, 1995)
1968
SMA Bagian Paspal dan Sosbud. Bahasa Jerman diajarkan di kelas Sosbud.
Metode alamiah atau juga disebut metode langsung. Komunikasi lisan mendapat perhatian khusus dengan memperhatikan pelafalan. Pembela jaran berlangsung secara induktif dan dalam bahasa yang dipelajari (bahasa target). Bersamaan dengan penerapan metode ini juga dicobakan metode membaca, yakni untuk memberi
kemampuan kepada peserta didik untuk memahami teks ilmiah yang diperlukan dalam studi. Diskusi mengenai isi bacaan menggunakan bahasa sumber. Kosakata yang dianggap sulit dibahas lebih dahulu. (Subyakto, 1998)
1975
Bahasa Jerman ditawarkan sebagai mata pelajaran pilihan di kelas Sosbud.
Pendekatan lisan menghasilkan metode pembelajaran bahasa situasional yang menekankan pada penggunaan bahasa dalam situasi tertentu, tetapi kurang memperhatikan bicara dengan siapa, dimana, topik apa dan kapan. Ragam yang dipelajari hanya satu macam.
Didasarkan atas pengalaman Amerika yang dalam waktu singkat dapat mempelajari bahasa target, berkembang-lah metode audiolingual yang
mengutamakan drill (pengulangan). Metode ini berdasarkan penekanan struktural, yang dihubungkan dengan teori Behavioristik. Unsur-unsur praktis dari metode langsung dikontrol dengan ketat. Lafal kata dan pelatihan berkalikali secara intensif pola-pola kalimat didasarkan atas prinsip stimulusrespons. Tidak digunakan penjelasan aturan tatabahasa yang abstrak. Peserta didik mempelajari bahasa dengan
urutan menyimak, berbicara, membaca,
mengarang/menulis. (Bausch, KarlRichard, et.al. 1995)
Catatan:
Penguasaan tatabahasa masih diutamakan.Setelah metode audiolingual berkurang popularitasnya, maka didasarkan pada teori Chomsky, bekembanglah pendekatan kognitif yang melahirkan metode guru diam; belajar bahasa secara berkelompok; sugestopedi. Metode-metode ini belum sempat diterapkan di Indonesia.
1984
SMU kelas Bahasa, kelas Ilmu-ilmu Sosial dan kelas Ilmu Pasti Alam tidak mendapatkan pengajaran.
Pendekatan komunikatif dan kurikulum fungsional dan nosional. Teks bacaan maupun dialog-dialog harus otentik, demikian pula penggunaannya, yakni percakapan di dalam kelas harus berlangsung otentik. Desain fungsional memusatkan pada perumusan pembelajaran yang dinyatakan dalam fungsifungsi komunikatif, bukan dalam bentuk butir-butir formal. Nosional sebagai desain pembelajaran memperhatikan masukan (input) dan dispesifikasikan ke dalam keterampilan yang khusus dan mendalam. Sebagai kelanjutan dari pendekatan komunikatif berkembanglah pendekatan pragmatik. (Omaggio, 1986) Penguasaan tatabahasa bukan hal utama lagi.
1944
Bahasa Jerman diajarkan di kelas Bahasa, seringkali jumlah jam
pelajarannya dibagi dengan bahasa asing lainnya. Kalau tidak ada
kelas Bahasa, maka ditawarkan sebagai ekstra kulikuler.
Pendekatan Kebermaknaan/Pemahaman. Bahan bacaan ditempatkan dalam konteks yang bermakna. Tidak perlu dikuasai tiap kata untuk dapat menangkap isi bacaan. Empat keterampilan bahasa dibelajarkan secara integratif berdasarkan tema-tema tertentu. Pembelajaran mulai berpusat
pada peserta didik (Nunan, 1988). Guru sebagai fasilitator. Bersamaan dengan ini berkembanglah pendekatan alamiah, yang mengutamakan perolehan bahasa secara alamiah. Metode yang
mendukung pendekatan pemahaman adalah metode respons psikomotorik secara menyeluruh (Total physical response).

Bahasa Jerman diperkenalkan mulai dari kelas satu secara intra dan dapat diperdalam di kelasa Bahasa, di kelas dua dan kelas tiga. Sesuai
dengan kebijakan dan luasnya wawasan pihak pimpinan sekolah, ada yang menetap-kan bahasa
Jerman sebagai mata pelajaran intra, ada yang menawarkannya sebagai
mata pelajaran ekstra. Justru di SMK, terutama di Jurusan Pariwisata,
bahasa Jerman diajarkan mulai dari kelas satu  sampai dengan kelas tiga
dengan jumlah 330 jam pelajaran. Semula (2002-2003) hanya diberikan
sejumlah 160 jam pelajaran.
Pendekatan Berbasis Kompetensi mulai diperkenalkan sejak tahun 2002 dan diberlakukan serentak mulai tahun 2004. Ada dua metode yang dilahirkan oleh pendekatan ini yaitu, metode
konstruktivistik dan metode kontekstual. Metode konstruktivistik menekankan pada pembelajaran
kooperatif, pembelajaran generatif, strategi bertanya, inkuiri, belajar bagaimana seharusnya belajar. Metode kontekstual, yang muncul sebagai
reaksi terhadap teori behavioristik menekankan pada suasana belajar yang bermakna dan menyenangkan. Guru menghubungkan mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi peserta didik, sehingga nantinya  diharapkan dengan menguasai kompetensi-kompetensi dasar mereka dapat menemukan langkah-langkah pemecahan untuk masalah-masalah yang mereka hadapi dalam dunia nyata.
2006
Bahasa Jerman diperkenalkan mulai dari kelas satu dan dua sebanyak 2 jam pelajaran. Di dalam kurikulum
tercantum Ketrampilan/ Bahasa Asing dengan 4 jam pelajaran.
Penentuan pelajaran ketrampilan atau bahasa Asing yang diajarkan
tergantung pada kebijakan sekolah. Biasanya menyesuaikan tenaga
guru yang ada., atau juga kecen-derungan tergantung pada kebijakan
Kepala Sekolah semat. Sehingga dalam hal ini guru bahasa Jerman harus pro aktif agar bahasa Jerman lah yang diajarkan di SMA. Jadi bahasa Jerman secara intra diajarkan di kelas 10 dan 11 dan dapat diperdalam di kelasa Bahasa pada
kelas 12. Sesuai dengan kebijakan dan luasnya wawasan pihak pimpinan sekolah, ada yang menetap-kan bahasa Jerman sebagai mata pelajaran intra, ada yang
menawarkannya sebagai mata pelajaran ekstra. Seperti pada kurikulum KBK di SMK, terutama
di Jurusan Pari-wisata, bahasa Jerman diajarkan mulai dari kelas satu sampai dengan kelas tiga dengan jumlah 330 jam pelajaran. Semula (2002- 2003) hanya diberikan sejumlah 160 jam pelajaran.
Pendekatan yang diterapkan pada kurikulum KTSP (Kurikulim Tingkat Satuan Pendidikan) sama dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi, yakni
mene-kankan pada life skill/ kompetensi konkret yang dapat dicapai siswa dan dapat digunakan pada kehidupan nyata. dua metode yang
dilahirkan oleh pendekatan ini yaitu, metode konstruktivistik dan metode kontekstual. Metode konstruktivistik menekan-kan pada pembelajaran
kooperatif, pembelajaran generatif, strategi bertanya, inkuiri, belajar bagaimana seharusnya belajar. Metode konteks-tual, yang muncul sebagai
reaksi terhadap teori behavioristik menekan-kan pada suasana belajar yang bermakna dan menyenangkan. Guru menghubungkan mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi peserta didik, sehingga nantinya diha-rapkan dengan menguasai kompetensi-kompetensi
dasar mereka dapat menemukan langkah-langkah peme-cahan untuk masalah-masalah yang mereka hadapi dalam dunia nyata.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar