Bahasa
Jerman di Indonesia diajarakan secara formal pada jenjang pendidikan menengah
seperti SMA/SMK/MAN, kemudian pada jenjang pendidikan tinggi yang tersebar di
seluruh Indonesia dan secara nonformal di lembaga-lembaga kursus seperti Goethe
Institut. Program studi bahasa Jerman di perguruan tinggi tidak mengalami gejolak
seperti di sekolah menengah. Apa yang tejadi di lapangan memang berimbas ke perguruan
tinggi, apalagi terhadap mahasiswa eks IKIP yang disiapkan untuk menjadi guru.
Kalau bahasa Jerman tidak diberikan lagi di jenjang sekolah menengah, maka guru-guru
yang dihasilkan tidak ada gunanya. Hal ini dapat diatasi dengan memberikan kepada
mahasiswa mata kuliah penunjang sebagai bekal berwirausaha, sehingga mereka tetap
dapat bertahan hidup. Mereka disiapkan untuk menjadi ilmuwan-ilmuwan, ahliahli
yang menjadi tumpuan bangsa dan negara. Oleh sebab itu, dalam makalah ini akan lebih
banyak disoroti pengembangan bahasa Jerman di sekolah menengah. Agar dapat
mengikuti timbul tenggelamnya pembelajaran bahasa Jeman di Indonesia, akan
dipaparkan berdasarkan kurikulum yang berlaku, pendekatan dan metode yang
dipakai.
Periode/
Kurikulum
|
Kelas
|
Uraian
|
1945
|
SMA Bagian A, B, C dan diberikan
sejak kelas satu Di bagian B menjadi ujian pelengkap.
|
Metode tradisional yaitu
metode tatabahasa, yang pada periode ini menjadi modal utama dalam belajar
bahasa asing. Seiring dengan itu erjemahan
sangat dominan. Penekanan
pembelajaran pada membaca, mengarang, dan terjemahan. Kosakata yang harus dihafalkan
dan diterjemahkan lepas
dari konteks kalimat.
Proses pembelajaran berlangsung secara deduktif. (Subyakto, 1998 &
Multhaup, 1995)
|
1968
|
SMA Bagian Paspal dan Sosbud.
Bahasa Jerman diajarkan di kelas Sosbud.
|
Metode alamiah atau juga
disebut metode langsung. Komunikasi lisan mendapat perhatian khusus dengan memperhatikan
pelafalan. Pembela jaran berlangsung secara induktif dan dalam bahasa yang
dipelajari (bahasa target). Bersamaan dengan penerapan metode ini juga
dicobakan metode membaca, yakni untuk memberi
kemampuan kepada peserta
didik untuk memahami teks ilmiah yang diperlukan dalam studi. Diskusi
mengenai isi bacaan menggunakan bahasa sumber. Kosakata yang dianggap sulit dibahas
lebih dahulu. (Subyakto, 1998)
|
1975
|
Bahasa Jerman ditawarkan
sebagai mata pelajaran pilihan di kelas Sosbud.
|
Pendekatan lisan
menghasilkan metode pembelajaran bahasa situasional yang menekankan pada
penggunaan bahasa dalam situasi tertentu, tetapi kurang memperhatikan bicara
dengan siapa, dimana, topik apa dan kapan. Ragam yang dipelajari hanya satu
macam.
Didasarkan atas pengalaman
Amerika yang dalam waktu singkat dapat mempelajari bahasa target,
berkembang-lah metode audiolingual yang
mengutamakan drill
(pengulangan). Metode ini berdasarkan penekanan struktural, yang dihubungkan
dengan teori Behavioristik. Unsur-unsur praktis dari metode langsung
dikontrol dengan ketat. Lafal kata dan pelatihan berkalikali secara intensif
pola-pola kalimat didasarkan atas prinsip stimulusrespons. Tidak digunakan penjelasan
aturan tatabahasa yang abstrak. Peserta didik mempelajari bahasa dengan
urutan menyimak, berbicara,
membaca,
mengarang/menulis. (Bausch,
KarlRichard, et.al. 1995)
Catatan:
Penguasaan tatabahasa masih
diutamakan.Setelah metode audiolingual berkurang popularitasnya, maka
didasarkan pada teori Chomsky, bekembanglah pendekatan kognitif yang
melahirkan metode guru diam; belajar bahasa secara berkelompok; sugestopedi.
Metode-metode ini belum sempat diterapkan di Indonesia.
|
1984
|
SMU kelas Bahasa, kelas Ilmu-ilmu
Sosial dan kelas Ilmu Pasti Alam tidak mendapatkan pengajaran.
|
Pendekatan komunikatif dan kurikulum
fungsional dan nosional. Teks bacaan maupun dialog-dialog harus otentik, demikian
pula penggunaannya, yakni percakapan di dalam kelas harus berlangsung
otentik. Desain fungsional memusatkan pada perumusan pembelajaran yang
dinyatakan dalam fungsifungsi komunikatif, bukan dalam bentuk butir-butir
formal. Nosional sebagai desain pembelajaran memperhatikan masukan (input)
dan dispesifikasikan ke dalam keterampilan yang khusus dan mendalam. Sebagai
kelanjutan dari pendekatan komunikatif berkembanglah pendekatan pragmatik. (Omaggio,
1986) Penguasaan tatabahasa bukan hal utama lagi.
|
1944
|
Bahasa Jerman diajarkan di
kelas Bahasa, seringkali jumlah jam
pelajarannya dibagi dengan
bahasa asing lainnya. Kalau tidak ada
kelas Bahasa, maka ditawarkan
sebagai ekstra kulikuler.
|
Pendekatan
Kebermaknaan/Pemahaman. Bahan bacaan ditempatkan dalam konteks yang bermakna.
Tidak perlu dikuasai tiap kata untuk dapat menangkap isi bacaan. Empat keterampilan
bahasa dibelajarkan secara integratif berdasarkan tema-tema tertentu.
Pembelajaran mulai berpusat
pada peserta didik (Nunan,
1988). Guru sebagai fasilitator. Bersamaan dengan ini berkembanglah
pendekatan alamiah, yang mengutamakan perolehan bahasa secara alamiah. Metode
yang
mendukung pendekatan
pemahaman adalah metode respons psikomotorik secara menyeluruh (Total
physical response).
|
Bahasa Jerman diperkenalkan
mulai dari kelas satu secara intra dan dapat diperdalam di kelasa Bahasa, di
kelas dua dan kelas tiga. Sesuai
dengan kebijakan dan luasnya
wawasan pihak pimpinan sekolah, ada yang menetap-kan bahasa
Jerman sebagai mata pelajaran
intra, ada yang menawarkannya sebagai
mata pelajaran ekstra. Justru
di SMK, terutama di Jurusan Pariwisata,
bahasa Jerman diajarkan mulai
dari kelas satu sampai dengan kelas
tiga
dengan jumlah 330 jam pelajaran.
Semula (2002-2003) hanya diberikan
sejumlah 160 jam pelajaran.
|
Pendekatan Berbasis
Kompetensi mulai diperkenalkan sejak tahun 2002 dan diberlakukan serentak
mulai tahun 2004. Ada dua metode yang dilahirkan oleh pendekatan ini yaitu,
metode
konstruktivistik dan metode
kontekstual. Metode konstruktivistik menekankan pada pembelajaran
kooperatif, pembelajaran
generatif, strategi bertanya, inkuiri, belajar bagaimana seharusnya belajar.
Metode kontekstual, yang muncul sebagai
reaksi terhadap teori
behavioristik menekankan pada suasana belajar yang bermakna dan menyenangkan.
Guru menghubungkan mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi peserta
didik, sehingga nantinya diharapkan
dengan menguasai kompetensi-kompetensi dasar mereka dapat menemukan
langkah-langkah pemecahan untuk masalah-masalah yang mereka hadapi dalam
dunia nyata.
|
|
2006
|
Bahasa Jerman diperkenalkan
mulai dari kelas satu dan dua sebanyak 2 jam pelajaran. Di dalam kurikulum
tercantum Ketrampilan/ Bahasa
Asing dengan 4 jam pelajaran.
Penentuan pelajaran ketrampilan
atau bahasa Asing yang diajarkan
tergantung pada kebijakan sekolah.
Biasanya menyesuaikan tenaga
guru yang ada., atau juga kecen-derungan
tergantung pada kebijakan
Kepala Sekolah semat. Sehingga
dalam hal ini guru bahasa Jerman harus pro aktif agar bahasa Jerman lah yang
diajarkan di SMA. Jadi bahasa Jerman secara intra diajarkan di kelas 10 dan 11
dan dapat diperdalam di kelasa Bahasa pada
kelas 12. Sesuai dengan kebijakan
dan luasnya wawasan pihak pimpinan sekolah, ada yang menetap-kan bahasa Jerman
sebagai mata pelajaran intra, ada yang
menawarkannya sebagai mata
pelajaran ekstra. Seperti pada kurikulum KBK di SMK, terutama
di Jurusan Pari-wisata, bahasa
Jerman diajarkan mulai dari kelas satu sampai dengan kelas tiga dengan jumlah
330 jam pelajaran. Semula (2002- 2003) hanya diberikan sejumlah 160 jam pelajaran.
|
Pendekatan yang diterapkan
pada kurikulum KTSP (Kurikulim Tingkat Satuan Pendidikan) sama dengan
Kurikulum Berbasis Kompetensi, yakni
mene-kankan pada life
skill/ kompetensi konkret yang dapat dicapai siswa dan dapat digunakan pada kehidupan
nyata. dua metode yang
dilahirkan oleh pendekatan
ini yaitu, metode konstruktivistik dan metode kontekstual. Metode
konstruktivistik menekan-kan pada pembelajaran
kooperatif, pembelajaran
generatif, strategi bertanya, inkuiri, belajar bagaimana seharusnya belajar.
Metode konteks-tual, yang muncul sebagai
reaksi terhadap teori
behavioristik menekan-kan pada suasana belajar yang bermakna dan
menyenangkan. Guru menghubungkan mata pelajaran dengan situasi dunia nyata
dan memotivasi peserta didik, sehingga nantinya diha-rapkan dengan menguasai
kompetensi-kompetensi
dasar mereka dapat
menemukan langkah-langkah peme-cahan untuk masalah-masalah yang mereka hadapi
dalam dunia nyata.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar